Pengalaman Pasang KB IUD

Ada berbagai cara untuk mengatur jarak kehamilan. Baik yang alami ataupun menggunakan alat kontrasepsi.

Saya sudah coba keduanya. Tapi ternyata memang mungkin yg cocok untuk situasi dan kondisi pribadi adalah IUD.

Dari Azka ke Umar menggunakan KB Alami metode ovulasi Billings maupun kalender. Ini tentunya memerlukan komitmen dua belah pihak. Hasil dari gagal berkomitmen adalah, saya hamil Umar di usia Azka 14 bulan sekaligus menghentikan ASI eksklusif 2 tahun karena sering kontraksi tiap mengASIhi. Dokter menganjurkan Azka untuk disapih.

Setelah kelahiran Umar, mamah dan mamer menganjurkan saya untuk segera pasang IUD sesuai yang dipakai oleh keduanya, mengingat nampaknya saya mewarisi gen kesuburan : Polanya sama, dari anak pertama ke kedua berjarak dekat saat tidak ber KB.

Akhirnya saya memberanikan diri untuk pasang IUD setelah mencari informasi bahwa memang inilah satu2nya kontrasepsi non hormonal. Dibandingkan mengkonsumsi pil, suntik, ataupun implan yang biasanya memberi efek samping hormonal beraneka ragam, entah itu ke wajah (berjerawat dsb) ataupun ke tubuh (gemuk dsb). Meskipun lagi2 ini berbeda efeknya pada masing2 individu. Mungkin banyak juga yang cocok dan berhasil.

Saya punya pengalaman tdk menyenangkan dg periksa dalam, maka membayangkan iud harus dipasang ke dalam rahim sudah membuat saya ‘panas dalam’ dulu sebelumnya. Tapi Alhamdulillah berhasil dipasang meski saya tdk yakin punya nyali untuk mencopotnya kembali πŸ˜†

Saat akan pergi haji thn 2007, Umar berumur 2 thn, sudah saatnya menyapih. Saya juga berencana meminum obat penunda haid karena perkiraan jadwal ritual haji bertepatan dengan jadwal mens saya. Tapi saat berkonsultasi dengan dr. Setyorini, Spog beliau berkata bahwa iud saya harus dicopot agar tdk bertentangan fungsi kerja dengan obat penunda haid. Percuma saja kalau minum pil penunda haid tapi masih pakai Kb katanya. Nanti bisa flek atau keluhan lainnya. Fix iud harus dicopot. Langsung mules pucat seketika, sampai2 dokter bilang : masa sdh melahirkan 2 anak takut lepas pasang iud?? Apa perlu saya kasih valium dulu?

Tentunya saya menolak usulan dokter. Saya tidak sehisteris itu sampai harus meminum obat bius terlebih dahulu πŸ€¦πŸ»β€β™€οΈ dan berpesan untuk melakukannya perlahan. Dokter balas meminta saya untuk rileks saja. Alhamdulillah berhasil.

Tapi sepulang haji sebelum sempat pasang iud lagi Alhamdulillah Allah memberi rezeki hamil Salman 🀐

Pasca lahiran Salman 2008, saya segera pasang iud kembali, sampai saat kontrol thn ke 6 (thn 2014 ; pasang yg 8thn) meminta dokter untuk melepas iud dahulu agar rahim beristirahat. Bulan depannya alhamdulillah positif hamil Habib dan lahiran di 2015

Tahun 2018 sepulang umroh Aqso, mens saya cukup deras setelah telat waktunya. Tidak ada keluhan nyeri tapi mengingat jadwal mens saya yang teratur membuat saya pergi ke dr. Ani Spog -langganan periksa kandungan sejak anak kedua Umar-, Saat di usg ternyata iud nya sudah turun ke mulut rahim, kemungkinan terbawa darah mens yg banyak hingga makin turun. Tp menurut dokter nampaknya ini sudah lama. Beliau lgsg mempersiapkan untuk melakukan pelepasan iud. Saya panik tidak siap. Tp beliau bilang iud ini sdh tidak berfungsi jika posisinya sdh di mulut rahim. Harus dicopot khawatir membuat tidak nyaman dan resiko lainnya.

Dr Ani Spog inilah yang paling faham ketakutan saya dan ketidaknyamanan periksa dalam. Maka beliau selalu melakukannya hati2 dengan intruksi yg menenangkan. Setelah dilepas, beliau meminta saya datang bulan depan setelah mens untuk dipasang iud kembali. Lepas dan pasang iud ini memang sebaiknya dilakukan saat hari2 terakhir haid, saat rahim masih ‘bengkak’ atau terbuka hingga tdk terlalu sakit utk memasukkan iud.

Tapi ternyata Bulan depan saya langsung telat haid dan testpack positif 🀐 sebelum pasang kembali. Alhamdulillah masih diberi rezeki Ali yang lahir 8 Jan 2019 lalu. Ini adalah Lahiran kelima normal dari 6 kali hamil. Sebelum Ali sempat keguguran usia 7 minggu, luruh spontan tanpa dikuret

Setelah lahiran Ali, dr. Ani menganjurkan datang kembali H+50 sampai H+60 untuk pasang iud. Kondisi rahim masih ‘bengkak’ tapi sudah mengecil. Kalau terlalu awal pasangnya bisa tidak berfungsi karena rahim masih besar atau pada beberapa kasus terjadi perlengketan seiring dengan mengecilnya rahim kemudian. Saya beres nifas hari ke 46. Dokter bilang datang hari ke 50 saja tapi beliau sedang cuti umroh. Maka saya baru bisa membuat janji pada hari ke 60 pasca lahiran di RSIA Grha Bunda Jl. Jakarta Bandung, tempat kontrol hamil Ali selama ini

Saat datang pasien diharuskan mengambil antrian di pintu masuk. Saya menunggu panggilan ke meja pendaftaran. Dengan menyebut tgl lahir ibu untuk melihat rekam medis pasien dan mencocokkan dengan jadwal appointmen dokter by phone sepekan sebelumnya. Saya yg nomor urut 2 diminta ke meja perawat untuk ditimbang berat badan 59,5kg dan tensi 110/70 normal. Bb masih utang nurunin 10kg lagi yuuuk 😬 baru berkurang 4kg pasca lahiran πŸ€¦πŸ»β€β™€οΈ (sebelum hamil 54kg, sebelum melahirkan 64kg)

Perawat membawakan iud yang tersedia tinggal 1 jenis karena kebetulan sedang kosong stok lainnya katanya. Jenis Nova T masa 5 tahun. Saya setuju.

Masuk ke ruangan dokter diperiksa usg dulu untuk melihat kondisi rahim. Alhamdulillah baik sdh mengecil dan diminta pindah ke kursi kaki. Drama mules pucet kembali muncul tapi dr. Ani lgsg faham dan meminta rileks, tarik nafas panjang, lemas ‘menyimpan pantat’ di kursi periksa dan santai. Beliau menjelaskan stepnya “ini skrg dibersihkan dg betadine dulu ya” “ini mau pasang alat pembuka vagina ya” dst sambil menenangkan saya bahwa prosesnya hanya sebentar saja kok. Hehe

Dan Alhamdulillah selesai lancar. Diminta pakai pembalut karena pascanya akan ada darah yang keluar tetapi tetap solat karena sdh nifas. Diberi analgesik minum sehari 3x @1 tablet berhenti ketika nyeri hilang dan antibiotik opicef per 12 jam @1 kapsul, harus habis. Kontrol kembali H+7 baru setelah itu kontrol tiap 6 bulan.

Berikut daftar harga pasang iud di RSIA Grha Bunda Bandung

Leave a comment